Sabtu, 18 Oktober 2008

T h e B l a c k B e l t

Dari setiap orang ada yang bisa kupelajari, dan saat itu aku menjadi muridnya (Ralph W. Emerson)



Wajah agung

Bentangan tebing bebatuan yang menjulang di padang perburuan suku indian menyimpan keagungannya tersendiri. Apabila sinar matahari senja yang merah menerpa lekuk bebatuannya, tebentuklah sketsa sebuah wajah agung di sana. Menyerupai gurat-gurat wajah kepala suku indian dalam bulu-bulu rajawali kebesarannya. Raut mukanya tegas, arif dengan keanggunan wibawa tak terhingga.

Seorang indian kecil lahir dan besar di padang perburuan itu. Ia begitu terinspirasi oleh wajah agung di tebing itu. Dia pun tumbuh menjadi seorang pejuang yang adil, tangguh dan disegani. Kebesaran dan kewibawaaan kemudian membawanya memerintah suku indian itu dalam waktu yang lama. Satu hal yang masih sering ditanyakan sang kepala suku kepada para tetua adalah dimana ia bisa menemukan jelmaan wajah agung itu. Namun bahkan para pemegang kunci padang perburuan pun tak tahu akan rahasia alam itu.

Pada suatu senja duduklah sang kepala suku dengan anggun disinari matahari memerah menemui tamu-tamunya. Untuk beberapa lama para tamunya tersentak melihat kemiripan wajah sang Kepala Suku yang ditimpa cahaya senja dengan pantulan wajah indian agung di tebing pegunungan. Mereka terkesiap dan berkata ,” Wahai Kepala Suku yang Agung, anda adalah jelmaan dewa indian itu, penguasa seru sekalian alam perburuan. Kami mengakui kebesaran anda.”

“Tidak ....,” ujar sang Kepala Suku dengan masygul,” aku masih harus mencari dan menemukannya...”

Rasa ingin tahu

Salah satu kekuatan para petualang ialah rasa ingin tahu yang besar akan rahasia alam. Rasa penasaran membakar mereka sampai ke suatu tingkatan energi yang jauh melampaui kemampuan dan daya tahan yang dipahami orang awam. Imajinasi telah membebaskan mereka dari belenggu kebudayaan materi. Imajinasi untuk menemukan keindahan mendorong para petualang menjelajahi berbagai blank spot di muka bumi, seakan tak mempedulikan lagi bahaya yang mengintai. Hanya bertahun-tahun atau bahkan ratusan tahun kemudian peradaban manusia akan menjamah tempat-tempat yang pernah disinggahi para petualang.

Petualang bergegas pergi menjelajahi gua gelap tak berujung, pegunungan tinggi menembus awan, sungai berarus garang maupun tebing-tebing tajam yang semuanya beraroma kematian. Namun pada tempat-tempat ekstrim itu mereka dikarunai kemampuan untuk merasakan sensasi keindahan yang terkadang tak kasat mata. Suatu keindahan yang hanya dapat diraba dan dirasakan.

Bagaimanakah dapat diuraikan dengan kata-kata, perasaan yang berdesir dan jantung yang berdegup melihat relief tulisan purba di tebing sungai, reruntuhan candi di puncak gunung, peninggalan situs purba di gua atau benda keramat di tengah belantara hutan. Untuk beberapa saat lamanya keberadaan kita terasa jauh melampaui dimensi waktu dan merasakan komunikasi absurd dengan masa silam yang telah jauh meninggalkan masa kini.

Melintasi batas

Kehidupan organisasi maupun perjalanan yang dilakukan akan memperkaya wawasan dan pengalaman setiap orang. Namun itu hanyalah sebagian kecil saja dari dunia, begitu banyak lagi yang harus dipelajari di luar kehidupan kita sehari-hari. Sebagian dari kita kadang merasa sudah cukup jumawa dapat melewati pendidikan dasar, melakukan expedisi ekstrim maupun aktif berkecimpung di organisasi. Padahal berbagai tempaan fisik dan mental yang keras itu hanyalah sebuah awal untuk menjadi pribadi yang lebih matang. Peter Boardman, pendaki yang disanjung atas keberhasilannya mendaki sisi Barat Daya Everest, mengungkapkan bahwa keberanian dan ketabahan dalam pendakian hanya bagian kecil dari hidup. Diperlukan ketabahan yang lebih untuk hidup di peradaban kota daripada di dunia outdoor.

Di atas langit tentulah akan ada lagi langit. Merasa puas hanya dengan yang hal-hal yang dikuasai dan disukai dapat membahayakan diri karena menjadikan kita terlena dan menjauh dari arus kehidupan. Dunia di luar comfort zone kehidupan kita adalah zona yang sesungguhnya untuk menguji kematangan pribadi. Tanpa gelombang besar, badai dan kesakitan, sebuah kapal tak kan tahu batas samudera. Tanpa berlayar menuju batas horison ia hanya akan teronggok tua di pelabuhan.

Seorang pemegang sabuk hitam beladiri pernah berujar, saat yang tepat untuk mempelajari beladiri adalah ketika sudah memegang sabuk hitam. Ia menolak disebut ahli beladiri sejati. “Jangan salah ....,” katanya penuh kesungguhan,”..dengan meraih sabuk hitam artinya saya baru saja mulai mempelajarinya.”

Tidak ada komentar: