Sabtu, 18 Oktober 2008

Mengembara Menemukan Diri

Seperti Columbus, berjalan terus ke depan

kembali ke sini

Seperti Rumi, batin mengembara jauh

bertemu diri sendiri

Musim pengembaraan adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh para petualang di kampus. Mereka telah dibekali skill yang cukup untuk mengexplorasi medan blank spot apapun di bumi nusantara. Maka musim pengembaraan adalah sebuah momen untuk mempraktekan skill yang telah diwariskan para pemburu tua secara turun menurun.

Namun ketika saatnya memulai seringkali hal-hal diluar dugaan terjadi di tengah perjalanan, di akhir perjalanan bahkan di awal saat kita melakukannya. Pada saat itu terjadi, skill teknis bukanlah hal utama dan seringkali tidak membantu namun kematangan pribadilah yang mulai ditempa. Mereka belajar untuk melihat sesuatu yang tak tampak, mendengar suara-suara yang tak terucapkan dan mengendapkan ego-ego yang paling liar.

Begitulah, apa yang terjadi ketika melakukan pengembaraan seringkali di luar apa yang diperkirakan sebelumnya. Seorang rekan pernah bergumam ,”..bila sesuatu di luar dugaan terjadi, saat itulah petualangan dimulai. Karena bila semuanya terjadi sesuai prediksi dan perkiraan di awal, itu bukanlah petualangan sesungguhnya.”

Pegunungan Iyang

Bagi masyarakat Jawa Timur pegunungan Iyang atau populer dengan sebutan gunung Argopuro sudah tidak asing lagi. Pegunungan ini memiliki 12 puncak, yang tertinggi adalah yang disebut puncak Rengganis (3080 m). Pegunungan ini menyimpan legenda penuh misteri mengenai Dewi Rengganis nan cantik yang mengasingkan diri dengan membangun istana di puncak sunyi yang jauh dari peradaban.

Berbeda dengan gunung-gunung lain di Jawa yang biasanya memiliki jalur pendakian agak curam, gunung Argopuro memiliki keunikan tersendiri. Jalanan yang panjang berliku-liku serta naik turun mewarnai rangkaian perjalanan menuju puncak. Tak heran apabila perjalanan menuju puncak bisa memakan waktu 2-3 hari dari desa Baderan.

Setelah melewati kerimbunan hutan dengan vegetasi yang beragam, terbentanglah padang luas nan indah. Pemandangan menakjubkan bagai padang rumput di Afrika akan terlihat di sini. Padang rumput datar dan teramat luas, sehingga pernah direncanakan untuk pembangunan lapang terbang jaman kolonial. Landing strip yang ditinggalkan bekas proyek pembangunan itu masih dapat dilihat. Konon salah satu penyebab proyek pembangunan ini tidak dilanjutkan karena banyaknya gangguan yang gaib menimpa para pekerja. Medan pegunungan yang khas ini telah menarik tim pengembaraan di bulan Agustus 1995 dengan tujuan gunung Raung dan Argopuro.

Search and rescue

Dalam perjalanan di gunung Argopuro tanpa sengaja tim terlibat dalam suatu usaha search and rescue yang dramatis. Selepas sungai Cikasur yang jernih, perjalanan di padang edelweiss yang tinggi dan semak yang lebat memang terkadang membingungkan. Pada keheningan desir angin, samar-samar terdengar suara seperti bisikan-bisikan. Walau sering terjadi sebelumnya, kali ini tim berupaya melacak asal suara. Andai itu hanyalah bunyi alam maka pencarian hanya akan menghambat perjalanan beberapa lama. Namun bila suara itu berasal dari sesama pendaki yang memerlukan pertolongan maka kedatangan kami akan sangat berharga.

Ternyata pencarian tidaklah sia-sia karena setelah sekian lama melakukan pencarian tim menemukan sekelompok pendaki lain yang tersesat. Menurut keterangan mereka telah beberapa hari tersesat dan hanya berjalan berputar-putar. Persediaan air telah habis sama sekali dan beberapa telah tampak down sehingga tampak sekali memerlukan pertolongan.

Merupakan hal yang melegakan bagi tim pengembaran saat itu –bila tidak membahagiakan- mengetahui bahwa apa yang mereka kerjakan dapat berguna bahkan menyelamatkan orang lain. Maka anda tak perlu heran ketika tersiar kabar bahwa ada pendaki hilang atau kecelakaan di suatu gunung, akan selalu ada sukarelawan tak terhitung jumlahnya yang bersedia bergegas mengepak perlengkapan pendakiannya untuk segera membantu.

Tentu saja tak semudah itu sebuah operasi SAR akan dijalankan, namun saya selalu menangkap aura solidaritas yang tinggi di antara para pendaki bila sejawatnya memerlukan bantuan. Dan saya rasa itulah modal utama sesungguhnya untuk melakukan operasi SAR, karena tanpa solidaritas yang tinggi dan rasa persaudaraan yang besar antar mereka maka secanggih apapun suatu operasi SAR belum tentu optimal manfaatnya.

Tidak ada komentar: