Sabtu, 18 Oktober 2008

The Mighty River and the Great Spirit

dalam diriku mengalir sungai panjang darah namanya;

dalam diriku menggenang telaga darah, sukma namanya;

dalam diriku meriak gelombang sukma, hidup namanya...

(dari Dalam Diriku, Sapardi Djoko Damono)

Sungai Citarum di tatar Parahiangan

Sungai Citarum mengalir dari mata air di Gunung Wayang yang berketinggian 2.180 meter, melewati pegunungan ke arah lembah Bandung. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum meliputi kawasan seluas 45.232 ha, terdiri atas 6.409 ha hutan, 35.466 ha wilayah pertanian, 1.715 ha tanah pemukiman, dan 1.612 ha tanah kosong. DAS Citarum dihuni lebih dari sembilan juta jiwa penduduk. Sungai sepanjang lebih dari 300 kilometer ini sangat vital bagi wilayah Parahiangan, Jawa Barat karena peranannya yang strategis untuk memenuhi kebutuhan air bagi pertanian, perikanan, peternakan, industri, air minum maupun energi. Demikian pula aktivitas ekonomi terkait sungai terpanjang di Jawa Barat ini sudah mencapai skala gigantic.

Pada masanya sungai Citarum merupakan monster alam dengan kekuatan tak terukur. Amuknya merupakan horor yang dapat melumatkan kehidupan di sekitar alirannya dalam waktu sekejap saja dan mampu menenggelamkan kota-kota. Maka tak kurang tiga bendungan besar yaitu waduk Jatiluhur, Saguling dan Cirata dibangun untuk menjinakkan raungan monster alam ini. Belum lagi dam-dam kecil lainnya yang telah ada sejak jaman kolonial seperti waduk Walahar di Karawang.

Kondisi sungai Citarum kini sungguh jauh dari nama besarnya. Setidaknya 500 pabrikan setiap harinya menggelontorkan limbah cair dari hulu sampai hilir sungai. Hampir 30.000 karamba jaring apung melarutkan ratusan juta kg limbah pakan sepanjang tahunnya. Bakteri e-coli, fitoplankton dan turunnya kualitas air hingga klasifikasi C dan D di beberapa tempat makin menggerogoti sungai kebanggaan tatar Sunda ini. Belum lagi perambahan hutan di sekitar alirannya terus terjadi sepanjang waktu yang menyebabkan sedimentasi dan pendangkalan semakin meningkat.

Arung jeram di Citarum

Para rafter di Bandung tentunya sudah tak asing dengan sungai Citarum. Sebelum dibendung oleh waduk Saguling, Citarum memiliki jeram-jeram yang disegani karena ganas dan berbahaya. Hal tersebut terbukti dengan jatuhnya tujuh korban tewas pada kejuaraan Citarum Rally yang diadakan oleh Wanadri pada tahun 1975.

Kini praktis tempat yang terbilang masih layak untuk latihan rafting hanyalah aliran sepanjang satu kilometer di daerah yang dikenal para rafter dengan nama Bantar Caringin di desa Cisameang. Itu pun terbilang tidak terlampau membahayakan dan cocok bagi pemula. Namun bila saat bandang, yang terlihat dengan membesarnya debit air serta warna aliran sungai yang coklat keruh, masih tampaklah sisa-sisa urat kekuatan sungai legendaris ini. Hanya dengan naluri yang tajam, kerjasama yang solid disertai respek yang besar pada sungai, perahu karet dapat bermanuver tepat pada otot kekuatan Citarum.

Tahun 1992 merupakan masa dimana para starter rafting di kampus mulai bersentuhan dengan aliran sungai legendaris ini. Bermodalkan perahu boeing LCR warna orange yang penuh tambal dan dayung kayu pahatan sendiri, mereka penuh semangat mulai menjelajahi dunia rafting dengan tekun menimba ilmu dari sang sungai. Citarum adakalanya berkenan membiarkan mereka berjalan-jalan di dasarnya saat aliran sungainya kering sama sekali. Namun di waktu lain ia akan membanting-banting perahu tanpa kompromi dengan segenap raungan kekuatannya. Pada kondisi bandang besar demikian, bahkan para maniak rafting sekalipun lebih suka nongkrong sambil menghirup kopi di warung ketimbang menantang bahaya.

Bisikan halus sang Sungai

Bagaimanapun kondisinya kini, sungai Citarum telah berjasa mendewasakan setiap insan rafter yang pernah menunggangi arusnya. Sang sungai kini telah didera berbagai luka dan penghinaan namun tak pernah ada yang meragukan kekuatan yang mengalir dalam setiap buih arusnya. Kekuatan besar itulah yang diwariskannya kepada setiap insan yang menimba ilmu dari arusnya.

Manusia boleh membangun puluhan dam lagi untuk menjinakkan sungai Citarum, namun tak ada yang dapat membendung aura kekuatan yang telah diwariskan sang sungai di hati para rafter-nya. Kelak apabila aura kekuatan mereka itu saling bertemu dan menyatu maka akan hiduplah kembali kekuatan gigantic dari Citarum purba, yang menjadikan sungai-sungai besar seperti Zambesi atau Amazon tak ubahnya sebuah parit kecil.

Ketika Kejurnas Arung Jeram 2005 berlangsung di Sungai Citarum pada tanggal 24 – 27 November 2005 yang lalu, denyut “hawa murni” dari energi raksasa itu kita rasakan kembali. Para rafter yang dibesarkan oleh Citarum -dimanapun mereka berada- saya yakin merasakan sesuatu yang menggelegak dalam jiwanya. Sang sungai sedang membisikkan nama-nama mereka dengan caranya yang rahasia. Getaran-getaran halus dari sebuah kekuatan maha, yang lahir dari semangat dan idealisme yang besar dari waktu ke waktu.Ya..., itulah panggilan dari Citarum.

Tidak ada komentar: