Sabtu, 18 Oktober 2008

Hujan Bulan Juni



..Yang fana adalah waktu, bukan?”

tanyamu. Kita abadi.


Bulan Juni jelas bukan bulan yang sering diguyur hujan. Hujan justru amat lebat di bulan Desember dan Januari. Bahkan bila kita masih berpatokan pada musim, bulan Juni seharusnya termasuk ke dalam musim kemarau yang berlangsung dari April hingga Oktober. Namun tentu saja alam mempunyai rahasianya tersendiri, sewaktu-waktu bahkan hujan badaipun turun di musim kemarau.

Namun saya tak sedang membicarakan cuaca. Hujan Bulan Juni adalah puisi karya Sapardi Djoko Damono yang menjadi judul buku kumpulan puisi yang mulai dibuatnya sejak 1971 serta judul kaset musikalisasi puisi tersebut. Kumpulan puisi tersebut diterbitkan tahun 1994, demikian pula kaset musikalisasi puisinya yang dilantunkan PSM UI beredar sekitar waktu tersebut.

Entah siapa yang memulai, lagu-lagu pada musikalisasi puisi Hujan Bulan Juni cukup sering menjadi meadley sekretariat di kampus kala itu. Kaset nya beredar dari tangan satu ke tangan lain untuk direkam, hingga akhirnya suaranya semakin tak karuan karena direkam dari kaset rekaman yang kesekian.

Lagu-lagu di kaset itu menemani penjelajahan para mahasiswa di antara belantara hutan dan udara tipis. Sayup-sayup irama lagunya melirih dari ketinggian pegunungan hingga lembah-lembah. Saya bukan penghayat puisi yang serius, namun ada sesuatu dalam paduan irama tersebut yang menjadikannya berjiwa. Terkadang saya merasakan hati berdesir dan bulu roma yang meruncing mencoba memaknai liriknya.

Keselarasan penghayatan lagu dari vokal PSM UI maupun Neno Warisman sungguh membuat merinding. Ia seperti sedang menjelajahi relung hati, terkadang begitu menyayat, membuai lalu tiba-tiba menghentak. Hingga akhirnya menuju suatu perenungan yang hening dan dalam.

Beberapa perjalanan terberat saya lalui bersama para sejawat di masa itu, dan entah mengapa ada lirik-lirik dari lagu itu yang selalu terngiang hingga kini. Beberapa lagu seperti Aku Ingin, Hujan Bulan Juni dan Metamorfosis seperti lirik yang abadi walau kasetnya sudah lenyap entah kemana semenjak saya meninggalkan bangku kuliah.

Kini, terkadang samar-samar saya masih mendengar meadley lagu tersebut, antara lain karena puisi Aku Ingin telah diaransemen dan dilantunkan pula oleh beberapa penyanyi. Ada kerinduan yang menyeruak saat sekilas mendengarnya. Bukan hanya sebuah flashback yang datar, namun sejenak terkenang suasana sebuah generasi yang pernah malang melintang di kampus maupun medan operasi.

Ah..., barangkali saya terlampau sentimentil. Namun terkadang bagi saya Hujan Bulan Juni bukan lagi tentang puisi tapi tentang sebuah generasi di kampus yang kerap melakukan petualangan bersama. Saat kami mencoba menuliskan sejarah penjelajahan masing-masing.

Tidak ada komentar: