Sabtu, 18 Oktober 2008

Bandung Selatan di Waktu Malam

Apa yang berharga pada tanah liat ini

selain separuh ilusi?

sesuatu yang kelak retak

dan kita membikinnya abadi

(dari Kwatrin tentang Sebuah Poci, Goenawan Mohamad)

Kawasan Bandung Selatan sebagai daerah tujuan wisata di Jawa Barat memiliki ragam keindahan alam yang sangat indah dan bervariasi. Mulai dari pegunungan, hutan alam, perkebunan teh, sumber air panas, danau, curug (air terjun) hingga kawah di puncak gunung. Kawasan wisata ini terletak kurang dari 50 kilometer sebelah selatan kota Bandung. Kita dapat memilih berbagai tujuan wisata di Pangalengan, Banjaran atau Ciwidey. Banyak tempat wisata alam yang tersebar di kawasan ini antara lain gunung Puntang, Papandayan, Ranca Upas, Kawah Putih, Situ Patengan dan banyak lagi.

Malam pun tak lagi dingin

Seperti juga kawasan Bandung utara, wilayah pegunungan di selatan merupakan areal yang cukup ideal untuk berlatih di alam. Para pecinta alam biasa melakukan latihan dalam kelebatan hutan-hutan alam, antara lain hutan di kawasan Ranca Upas seperti Leuweung Tengah, Cadas Panjang atau Gunung Tikukur. Danau Situ Patengan yang bersuhu beku pun tak jarang menjadi saksi kesungguhan para insan alam itu berlatih hingga larut dalam kegelapan. Maka di kebekuan malam dan pada dingin yang membisu di kawasan Bandung Selatan akan selalu kita dapati api semangat yang berkobar-kobar dan tak terkalahkan. Api yang menyala-nyala itu membuat udara malam pun tak lagi terasa dingin.

Di sepanjang malam itu siapapun yang menimba ilmu kepada Sang Alam mulai belajar untuk memasuki sebuah kehidupan yang berbeda warna. Gelap disekeliling bukanlah hitam seperti yang coba diusir di kota dengan berbagai rias cahaya buatan. Disini mereka berbagi cahaya alam yang berpendaran dari bintang, bulan, dan kunang-kunang serta dibuai alunan halus perindu malam. Manusia tak menentukan batasnya disini, melainkan bagian dari alam yang tak berbatas. Yang ada hanyalah pergantian warna kehidupan, dan alam membukakan keajaiban itu pada mereka.

Dunia simbol

Manusia senantiasa memerlukan simbol-simbol untuk mencerna kehidupan di sekitarnya. Simbol itu membantunya memahami fenomena kehidupan di sekelilingnya dan melalui simbol itulah ia mengikuti arah hidupnya. Namun di suatu masa, saat telah mulai memahami hakikat kehidupannya sendiri maka ia harus dapat melampaui simbol-simbol yang dulu kerap ia ikuti. Karena bagaimanapun, simbol-simbol di sekitar kita hanyalah alat untuk membantu mendekati pemaknaan yang sebenarnya.

Para penjelajah kawakan yang telah melanglang buana ke manapun takkan pernah melupakan petuah-petuah awal yang mereka dapatkan di Bandung Selatan. Kabut menggumpal-gumpal di pagi hari yang senantiasa disertai hujan gerimis merupakan sebuah kesejukan yang senantiasa mengetuk-ngetuk pintu hatinya. Sebuah alunan serunai nan halus yang ditiupkan Sang Alam kerap kerap mengundang jiwa bebas mereka untuk kembali ke pangkuan alam Bandung Selatan.

Kawah Putih yang berketinggian 2.194 m di zona puncak gunung Patuha bukanlah area yang terlampau heroik untuk dijelajahi. Telah ada jalan beraspal yang menuju ke area kawah sehingga dengan mengendarai mobil hanya akan memakan waktu setengah jam dari jalan raya. Namun bagi saya pribadi Kawah Putih bukanlah sekedar tempat. Ia lebih merupakan simbol sebuah pintu gerbang menuju dunia petualangan yang luas.

Bahkan saat terlintas nama Kawah Putih kerap bukan sebuah tempat yang muncul dalam benak saya, namun sebuah bayangan pudar akan sosok para sejawat yang selalu ada menemani dalam setiap arena petualangan, bahkan yang paling memiriskan hati sekalipun. Walaupun dulu sekali saat pertama menginjak bibir kawah itu tak banyak kesan yang tertangkap. Hanya cuaca pucat dan kebisuan hutan menjelang malam.

Tidak ada komentar: