Sabtu, 04 Oktober 2008

Riding the Storm Finding Human


Siapapun yang menjaga kemampuannya melihat keindahan

tak pernah beranjak tua


Bulan Agustus 1992, sebuah kapal tongkang terdampar di pesisir Selatan Ujung Kulon setelah dihantam ombak bergulung-gulung Samudera Hindia. Badai tropis yang terjadi akibat anomali cuaca selama bulan Agustus 1992 membuat pesisir selatan Ujung Kulon dilanda gelombang-gelombang raksasa. Cuaca cerah pada siang hari dapat seketika berubah menjadi awan gelap yang menghitam, disusul petir berkilatan sambung menyambung.

Pada saat yang sama, sekelompok mahasiswa tingkat awal terjebak diantara pesisir selatan dan belantara hutan.. Pesisir Selatan merupakan satu-satunya jalan darat untuk pulang menuju desa Taman Jaya, gerbang Taman Nasional Ujung Kulon. Para petualang yang masih hijau itu telah seharian menembus hutan dari padang gembala Cidaun di pesisir utara dengan dihujani badai. Parit-parit kecil di dalam hutan telah berubah menjadi sungai berarus deras yang tak dapat diseberangi sendirian melainkan harus berpegangan satu sama lain agar tak terbawa. Demikian pula dalam guyuran hujan deras itu semakin sulit membedakan jalur air dengan jalan setapak yang sebenarnya.

Ketika akhirnya para pemula itu dapat keluar dari hutan dan menjumpai pesisir, yang didapati hanyalah amuk alam yang tak mungkin ditembus. Peralatan yang dipersiapkan untuk penyeberangan muara seperti tali, webbing, carabiner, harness dan life jacket tak sebanding dengan resiko yang menghadang. Muara sungai Cikeusik sepanjang 100 meter dipastikan segera jebol tergerus banjir bandang dari hutan yang saling berhantaman dengan ombak. Militansi para rookie itu pun menyerah pada keperkasaan alam, sehingga akhirnya tak ada jalan lain selain menunggu dan menunggu hingga badai reda. Sayang ketika itu badai tak kunjung mereda hingga berhari-hari....

Surga dunia di Ujung Kulon

Mencapai Taman Nasional Ujung Kulon tidaklah sulit. Cara yang paling mudah adalah menggunakan perahu motor atau kapal sewaan dari Labuan, Carita atau Anyer. Memasuki Taman Nasional Ujung Kulon memerlukan izin yang dapat diperoleh di kantor PHPA di Labuan. Disarankan pula untuk menggunakan jasa pemandu dari petugas kehutanan yang disebut Jagawana. Tapi kalau mau praktis sebaiknya menyerahkan semua urusan ini pada biro perjalanan yang menyediakan paket perjalanan ke Ujung Kulon.

Beberapa tempat populer di Taman Nasional Ujung Kulon adalah pulau Peucang, pulau Panaitan dan pulau Handeuleum. Pulau Peucang merupakan resort dengan taraf internasional yang paling sering dikunjungi kapal pesiar mewah maupun yacht. Berbagai surga petualangan bisa dijumpai di area pulau-pulau ini. Dengan tambahan beberapa gesekan pada kartu Visa atau MasterCard-nya, wisatawan dapat menikmati berbagai aktifitas petualangan berkelas seperti diving, snorkelling, surfing sampai deep sea fishing.

Apabila cuaca di Semenanjung Ujung Kulon memburuk, maka perjalanan laut biasanya akan di-pending demi keselamatan wisatawan. Jadi apabila anda cukup mempunyai kantong tebal, tak ada alasan harus bersusah payah mengambil resiko diserang malaria dengan nekad menempuh hutan dan rawa pesisir untuk menuju mercusuar di Tanjung Layar, salah satu tempat terindah di Ujung Kulon...dan barangkali di dunia.

Human interest di perjalanan

Namun dunia akademis tak pernah kehabisan para idealis yang haus akan hasrat petualangan yang liar dan intuitif, walau semakin hari jumlah mereka semakin sedikit. Di tengah berbagai kemewahan dan kemudahan yang disediakan untuk “bertualang”, akan selalu ada alternatif yang penuh kepolosan dan keriangan. Berbagai kemewahan bertualang hanya akan menyilapkan aura keindahan petualangan itu sendiri. Dan hikmah yang paling awal terhapus adalah human interest selama perjalanan, sebuah inti penjelajahan yang membuatnya menjadi berharga. Sebuah tempat tidak penting, demikian tulis Goenawan Mohammad, namun penjelajahanlah yang membuatnya berharga.

Maka ketika tim pada akhirnya bisa keluar dari Ujung Kulon saya rasa bukan badai tropis Samudera Hindia yang telah mendewasakan mereka. Namun keindahan petualangannya terletak pada human interest dan konflik-konflik yang berhasil diatasi dengan kebersamaan. Bagi para petualang yang masih kikuk itu, sungguh bukan hal yang nyaman untuk memilih keputusan pada saat tak tahu arah, terjebak di muara, dan logistik habis dimana semuanya terjadi di tengah badai yang menggila.

Banyak tempat yang lebih ekstrim daripada Ujung Kulon pernah saya lalui dengan tim. Hujan yang terus mengguyur selama berhari-hari sangat memberatkan pendakian di Pegunungan Latimojong. Bahkan angin yang bergemuruh di pagi buta menerbangkan pasir-pasir tajam pada lereng pendakian menuju puncak Mahameru. Toh saat itu tak ada kekhawatiran karena saya lalui bersama the dream team yang telah berpengalaman dan saling dapat diandalkan .

Namun keelokkan hamparan pasir putih Ujung Kulon selalu memberi respek tersendiri dan terkadang membuat nyali berdesir. Bentangan alamnya bagaikan begawan yang mengasuh murid-muridnya dengan arif, ia tahu kapan bersikap tegas dan kapan pula bersikap penuh kelembutan. Hanya kepada insan yang paling dicintainya ia mengajari mereka dengan keras agar mendapat hikmah yang tak akan lekang.

Tidak ada komentar: