Sabtu, 18 Oktober 2008

Menembus Waktu di Gua Pawon

Barangkali masa lalu tidak berada di belakang dan masa yang akan datang tidak berada depan, namun keduanya saling berdampingan dengan kita di masa kini. dan akan selalu terus demikian menemani kita.

Bagi kebanyakan warga Bandung dan Padalarang, Gua Pawon hanyalah sekedar sebuah gua yang telah ada sejak dulu kala tanpa ada pengaruhnya bagi kehidupan mereka. Bahkan hanya sebagian kecil saja masyarakat Bandung yang mengetahui keberadaannya sejak gua ini dinyatakan sebagai situs prasejarah yang dilindungi. Letak Gua Pawon terdapat di Pasir Pawon daerah Padalarang, Kabupaten Bandung, pada ketinggian antara 700 m di atas permukaan laut. Pasir Pawon merupakan bagian dari kawasan gugusan karst gunung Masigit yang terletak 25 kilometer sebelah barat kota Bandung.

Situs prasejarah

Gua Pawon terbentuk oleh proses geologi dalam waktu puluhan sampai ratusan ribu tahun yang lalu. Letak gua ini menghadap ke lembah yang subur sehingga merupakan tempat yang ideal sebagai tempat tinggal manusia prasejarah. Pada tahun 2000 di situs Gua Pawon telah ditemukan peninggalan prasejarah setelah melalui penelitian geofisika dengan metode geomagnetik. Penggalian lanjutan di tahun 2001 kembali berhasil menemukan kerangka dan tengkorak manusia prasejarah.

Manusia Pawon diperkirakan kelompok manusia prasejarah dengan jumlah yang tidak terlalu besar. Mereka merupakan kelompok manusia pengembara yang menelusuri pantai Danau Bandung Purba sambil berburu binatang untuk makanannya. Hasil buruannya antara lain hewan seperti kerbau, babi hutan, rusa dan monyet.

Manusia Pawon kemungkinan hidup pada masa antara 10 – 6 ribu tahun yang lalu, yaitu Kala Plestosen akhir –Holosen awal.. Hal ini didasarkan pada artefak-artefak yang terkumpul dari beberapa tempat yang dulunya merupakan Danau Bandung Purba. Beberapa fosil manusia prasejarah yang mungkin hidup sezaman dengan manusia Pawon antara lain manusia Wajak di Indonesia, Hoabinian di Vietnam dan Minatogawa di Jepang.

Area berlatih

Setelah kawasan ini termasuk dalam cagar situs prasejarah yang dilindungi tentunya kini tak sembarang orang dapat leluasa keluar masuk Gua Pawon seperti dulu. Padahal sejak lebih dari dua dekade silam gua Pawon merupakan area berlatih caving bagi para pecinta alam di Bandung karena letaknya yang tak terlalu jauh dari kota. Disinilah mereka memperdalam skill caving seperti single rope, chimney, rescue dan sebagainya. Ilmu-ilmu dasar karstologi dan lingkungan gua juga dapat leluasa dipelajari dikawasan ini.

Bahkan area Gua Pawon yang berdekatan dengan tebing Citatah ini biasanya merupakan salah satu base camp dalam rute pendidikan dan latihan dasar mahasiswa di Bandung Barat. Base camp lain di kawasan Bandung barat ini antara lain tebing Citatah, Situ Ciburuy dan Bantar Caringin di aliran sungai Citarum. Long march menuju Gua Pawon dari gunung Burangrang atau Situ Lembang merupakan salah satu materi lapangan yang cukup menguras fisik dalam pendidikan ini. Demikian pula saat meninggalkan Pawon menuju tempat lain seperti Bantar Caringin ataupun Rajamandala.

Saat berada dalam area gua yang lapang, terbentanglah dari celahnya lembah yang subur. Tampak sungai Cibukur mengalir berkelok-kelok di area pesawahan tanpa pernah kering walau di saat kemarau. Area gua yang lembab dan agak gelap memberikan suasana temaram yang aneh. Sebagai orang awam dalam arkeologi maupun geologi, saya tak terlampau merasakan sensasi yang berlebih ketika ditemukannya peninggalan prasejarah di gua Pawon. Namun aura masa lalu di gua Pawon memang amat terasa sejak dulu.

Kesunyian masa silam

Ibarat kita mengunjungi kediaman seseorang, maka keberadaannya seringkali terasa walau pemiliknya tak ada. Demikian pula ketika kita berada di dalam gua Pawon yang telah dihuni selama ribuan tahun oleh manusia prasejarah. Dengan kontur gua yang relatif tak berubah selama ribuan tahun, maka ada aura kesunyian masa silam saat kita menghabiskan waktu di dalamnya.

Sensasi yang sama terasa ketika para petualang melakukan perjalanan ke pelosok-pelosok tempat terpencil. Dalam kesunyian yang membisu, serasa ada pertalian yang tak kentara dengan para pionir sebelumnya. Kondisi alam yang relatif tetap sama selama ratusan tahun seperti menitipkan keabadian spirit para pendahulu. Alam adalah penyimpan yang teliti dan pengingat yang baik. Maka saya ikut merasakan semangat yang liar dan juga keharuan yang tragis ketika mendapati nisan-nisan para pendaki yang wafat dipeluk hawa beku pegunungan, atau saat melewati jeram-jeram liar di sungai yang pernah menelan korban.

Jauh sebelum para peneliti dan pemerintah meyakini keberadaan Gua Pawon sebagai situs prasejarah yang perlu dilindungi, para caver telah menyimpan respek yang dalam terhadap keberadaannya. Para petualang itu sadar bahwa mereka hanyalah tamu dari kesunyian agung masa silam. Dalam kapasitasnya sebagai tamu mereka menyadari betul etika menjelajah yang arif. Tak hanya di Gua Pawon, namun di semua tempat yang mereka jelajahi dengan kelapangan hati.

Mereka senantiasa merasakan pertalian yang aneh dengan masa yang silam, seakan masa yang telah lewat itu berada merambat di sampingnya. Tapi, bukankah itu yang kerap dirindukan oleh siapapun, yaitu kembali kepada masa silamnya. Saat dunianya masih polos dan hatinya masih terjaga.

2 komentar:

ArdianZzZ mengatakan...

wOw kliatannya asik banget tuh

ELLA ELVIANA mengatakan...

*kucluk-kucluk*