Sabtu, 18 Oktober 2008

Perjalanan Menyibak kabut

“..mereka takkan paham, ini soal rekan disamping kita”

(Film Black Hawk Down )


Bulan Maret 1995 barangkali bukan saat yang tepat menikmati keindahan pemandangan di puncak gunung Kerinci (3.805 meter dpl). Pada waktu itu kabut yang bergumpal-gumpal meliputi gunung Kerinci dan cuaca berhujan belum reda di kawasan ini. Kami memanfaatkan sisa hari libur yang sempit setelah Lebaran untuk menggapai pencakar langit pulau Sumatera ini.

Karena cuaca yang selalu basah, tak banyak pandangan dapat dilayangkan selama perjalanan. Jurang di sisi kiri jalur pendakian tak luput diselimuti kabut yang enggan menyingkir. Maka tak banyak yang dapat disaksikan saat itu di puncak Kerinci, selain triangulasi yang menandakan kita sudah berdiri di atap pulau Sumatera. Angin yang kerap bergemuruh di sisi-sisi jurang tak memberi banyak waktu di puncak sehingga tim segera turun menghindari cuaca pagi yang lebih ekstrim.

Taman Nasional Kerinci Seblat

Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang memiliki luas sekitar 1,4 juta hektar terletak dalam beberapa propinsi, yaitu Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Di kawasan ini terdapat bunga Rafflesia arnoldi yang merupakan bunga terbesar di dunia. Di sekitar gunung Kerinci juga masih kental cerita misteri tentang “orang pendek”, yang ditengarai memiliki tinggi tak sampai 1 meter dengan bulu lebat.

Jalur pendakian gunung Kerinci terletak di desa Kersik Tuo, sekitar 50 kilometer sebelah Utara dari Sungai Penuh, Jambi. Di desa sudah terdapat penginapan-penginapan yang cukup nyaman dan terjangkau bagi para wisatawan maupun pendaki untuk beristirahat menikmati suasana pegunungan. Di kawasan ini terdapat perkebunan teh Kayu Aro yang luas dan disebut-sebut sebagai salah satu penghasil jenis teh terbaik di dunia.

Rekan perjalanan

Seringnya perjalanan yang dilakukan menjadikan kita lebih saling memahami dengan rekan seiring. Terkadang hanya dengan anggukan dan lirikan singkat saja, kita menyepakati manuver yang akan diambil di jeram. Beberapa patah kata singkat seringkali merupakan bahasa yang panjang dan menentramkan. Bahkan kerap dengan body language saja kita memahfumi apa yang dimaksud rekan seiring.

Diam pun merupakan sebuah misteri bahasa yang indah dimana ketiadaan suara bukan berarti berhenti dari bercakap-cakap. Terkadang keheningan yang terjadi antar dua individu merupakan bahasa terdalam karena mereka berinteraksi dengan caranya sendiri. Puncak dari semuanya adalah tawa-tawa hangat sepanjang perjalanan atau kala berdiang di api unggun saat mengusir dingin yang menusuk di malam hari.

Api unggun bagai jiwa tim itu sendiri. Saat organisasi phisik dan psikis secara alamiah mengembalikan keseimbangannya. Terjadi loncatan-loncatan energi antar individu yang membuat sinergi aura sebuah tim. Dan jembatan pertalian itu adalah tawa – tawa ceria yang muncul saat api unggun mendekap dengan hangatnya, dikelilingi suara-suara alam yang mengawang.

Menyibak kabut

Entah sudah berapa puluh kali kita melakukan perjalanan dengan rekan yang sama. Sebanyak itu pula semua saling mendukung dan mempercayakan sebagian hidup pada para kolega terbaiknya itu. Namun bahkan dengan partner perjalanan terdekat sekalipun tetap saja ada kabut tebal yang tak dapat disibakkan. Tak pernah mungkin untuk mengetahui apa yang ada di hati rekan terdekat –bahkan sekedar menafsirkannya. Seperti sebuah puncak yang tak pernah terlihat karena diliputi awan dan kabut tebal yang bergumpal-gumpal sejak dari kaki gunungnya. Yang dapat dilakukan hanyalah memahami karakter teman seiring dan menghargai setiap irama langkahnya seperti menghargai diri sendiri. Betapa pun dalam perbedaannya.

Saya menduga-duga barangkali itulah sebenarnya salah satu arti dari perjalanan kita yang sesungguhnya. Sedikit demi sedikit selalu meraba-raba mencari jalan yang benar, di tengah pekatnya kabut yang menghadang. Tetap melangkah ke depan walau tahu bahwa kita takkan pernah mencapai tujuan dan entah apa sebetulnya yang ada disana. Itulah teka-teki kehidupan terbesar setiap orang. Sebuah perjalanan menyibak kabut.

Tidak ada komentar: