Sabtu, 18 Oktober 2008

Lewat Tengah Malam

Malam diciptakan untuk tidur


Bagi siapapun malam hari adalah waktu untuk beristirahat dan terlelap, saat tubuh memulihkan kondisinya setelah seharian beraktivitas. Masa tesebut merupakan momen paling privat bagi setiap orang dimana ia tak mengharapkan adanya gangguan. Adrenalin dan sistem alert tubuh pun mencapai kadar terendahnya ketika malam semakin larut menuju dinihari. Tak heran bila momen ini menjadi waktu favorit bagi militer untuk melakukan serangan, di saat musuh sedang berkurang kewaspadaannya. Ingatkah anda pada serangan fajar ketika pasukan RI menyerang Yogya pada serangan umum 1 Maret? Maling pun memanfaatkan waktu ini untuk menjalankan aksinya, demikian pula para suami kerap menjalankan serangan fajar ini.

Namun saat masih larut di aktivitas outdoor, kita tak peduli pada pakem untuk beristirahat ini. Kondisi chaos di lapangan menuntut sistem alert tubuh terus berjaga. Untuk menikmati sunrise di puncak gunung, summit attack biasanya dilakukan dengan pola perjalanan malam atau serangan fajar. Demikian pula saat medan operasi, kegiatan kampus atau sekedar larut dalam suasana sekretariat.

Pola interaksi itu membuat ikatan pertemanan yang apa adanya. Kita menjadi nothing to lose dalam menampilkan kepribadian seadanya saja. Toh, muka sesegar apa yang diharapkan terlihat pada jam dua dini hari. Pikiran sejernih apa yang diharapkan tercetus pada jam 12 malam. Berita paling menghibur apa yang diharapkan terdengar dari dering telepon di tengah malam. Atau kopi senikmat apa yang bisa dihirup jam 4 subuh...Maka kita mungkin akan bisa mentolerir beberapa error dan malfungsi yang kadang muncul di saat-saat demikian

Terjaga di larut malam juga membuat kita bersentuhan dengan mereka yang mengais rejekinya hingga menjelang pagi. Di sela-sela menyantap roti bakar atau indomie rebus kala malam semakin membatu, kita menyaksikan dunia yang tak jua berhenti. Kebanyakan dari mereka datang dari strata ekonomi yang lemah, seperti pedagang kecil di pasar, tukang nasi goreng keliling, warung indomie, pemulung, hansip atau supir angkot yang ngalong. Dari mereka kita menyaksikan semangat baja untuk tak menyerah pada kerasnya kehidupan. Demi sesuap nasi, disaat yang lain sudah naik ke peraduan mereka tetap membanting tulang mengais selembar rupiah demi keluarganya.

Dulu hal kehidupan malam demikian adalah sesuatu yang wajar saja karena merupakan bagian dari keseharian. Setelah masa itu terlewati, waktu nine to five itu kini bisa dilewati dengan nyenyak. Delapan jam dilewati dengan tidur pulas dan bunga-bunga mimpi tanpa mengharap adanya interupsi. Entah apakah kini para mantan anak rembulan itu masih sempat melihat bulan yang bersinar cemerlang di larut malam. Apakah mereka masih sempat melihat terangnya Venus di ufuk Timur, dan kembali menjadi saksi cerita-cerita misteri di kampus.

Namun saya yakin, walaupun era itu telah lama berlalu semangat persahabatan tetap bersemayam. Dan spirit itu lah yang akan mengatasi berbagai ketidaknyamanan yang terasa bila muncul situasi. Entah sebuah berita darurat atau sekedar curhat. Berbeda dengan dulu, kini tentu saja ada sedikit rasa sungkan saat akan menghubungi sejawat di larut malam untuk meminta pertolongan. Saya pun akan sedapat mungkin menyelesaikan kesulitan tanpa merepotkan orang lain.

Namun sebetulnya it’s ok .. it is very very okay ... bila kita harus membangunkan sejawat di malam buta sekalipun karena sebuah kesulitan. Tanpa ada pamrih apapun, mereka akan bergegas datang walau harus menerpa badai sekali pun. Itu adalah sebuah kekayaan tersendiri, salah satu paling berharga yang kita miliki. Senjata terakhir yang tak setiap orang memilikinya. Saya tak akan mengijinkan sekedar rasa ketidaknyamanan merampas hal itu. Lee Iacocca, seorang CEO termasyur, berujar “My father always used to say that when you die, if you’ve got five real friends, then you’ve had a great life.

Jadi, berbahagialah bila pada suatu malam yang telah membatu, sebuah dering ponsel atau SMS dari seorang rekan mampir di kehidupan anda. Sebuah suara tergesa-gesa, informasi yang kabur, atau bahasa yang tercekat-cekat. You still have a friend...

Tidak ada komentar: