Sabtu, 18 Oktober 2008

Menunggu Kereta Terakhir


Ekspedisi lebih merupakan penjelajahan suatu ide daripada eksplorasi
sebuah tempat




Lepas dari dunia petualangan di kampus dan memasuki dunia kerja merupakan suatu tragedi. Seperti menyiramkan air pada bara yang masih menyala-nyala. Dengan enggan kami melangkahkan kaki meninggalkan lingkungan kampus setelah sekian lama. Namun itu adalah bagian dari fase perjalanan. Kita tak dapat berhenti di satu titik waktu bila tak ingin dilindasnya.

Saya pun perlahan surut meninggalkan dunia petualangan. Seperti karang yang dulu tegak menantang yang semakin lama semakin hilang digerus ombak. Dunia kerja membawa saya mulai keluar masuk gedung pencakar langit di metropolitan, sementara pencakar langit yang sesungguhnya tetap kokoh diselimuti salju tanpa terjamah nafas kehidupan.

Rindu petualangan

Sementara itu ekspedisi-ekspedisi dari kampus tetap berlanjut secara bergelombang sejak itu. Antara lain ekspedisi ke Bukit Daya, Carstenz , Tolaki Ulu dan Malaysia. Saya gembira melihat rekan-rekan di kampus tetap atraktif melakukan petualangan. Namun saya menyimpan kecemburuan tersendiri pada petualangan-petualangan yang mereka lakukan. Saya rindu pada jiwa yang merdeka, imajinasi yang bebas, sikap penuh militansi dan larut dalam persahabatan. Saya hanya dapat membayangkan pacuan adrenalin itu dari balik meja kerja dan tumpukan kertas yang membosankan. Tak makan waktu lama bagi saya untuk segera terserang sindrom Senin pagi yang akut sejak mulai bekerja.

Tentu saya tak benar-benar hendak melupakan dunia petualangan. Setidaknya setahun sekali saya selalu mencoba menyempatkan diri naik gunung atau sekedar hiking. Namun sekedar untuk menyegarkan diri dari kehidupan kota besar. Lagipula waktu yang tersedia hanyalah di akhir minggu saja.

Ekspedisi terakhir

Saya merindukan sebuah penjelajahan yang kembali menguras adrenalin, setidaknya untuk yang terakhir kalinya. Saya mencoba rutin berolahraga, lalu setahun sekali melemaskan otot-otot ke pegunungan antara lain untuk memelihara kondisi agar suatu saat dapat kembali melakukan ekspedisi yang sesungguhnya. Di saat itu saya ingin melepaskan sisa-sisa energi dan ambisi yang tersisa.

Tentu saya maphum kondisi fisik sudah jauh dari prima. Pundak pasti tak kan lagi kuat memikul carrier 90 liter selama berhari-hari. Insting di pegunungan perlahan sudah memudar. Sementara tubuh pun kini semakin cengeng pada hawa menusuk dan guyuran hujan. Namun petualangan yang akan datang lebih merupakan sebuah perjalanan spiritual.

Saya merasakan momen itu akan datang pada suatu saat, seperti ketika kita di stasiun sedang menunggu kedatangan kereta yang terakhir. Yang dapat kita lakukan hanyalah menunggu hingga saatnya tiba. Tak masalah pukul berapa kereta tiba karena kita tak sedang membicarakan waktu disini namun sebuah tempat tujuan. Kereta terakhir itu akan membawa saya ke tempat tujuan dan disaat kereta tiba akan ada rekan-rekan saya di dalam gerbongnya. Bersama mereka saya akan melakukan ekspedisi untuk terakhir kalinya.

Tidak ada komentar: